Skip to main content

Construction Engineer (and Engineering)-Forum Discussion

Pengertian constructability adalah suatu sistem dimana pemaduan/pengintegrasian pengetahuan konstruksi secara efektif dan berdasarkan waktu kedalam konsep perencanaan, desain, procurement, konstruksi itu sendiri dan tahapan eksekusi dilapangan untuk mencapai tujuan suatu proyek. Semisal ketepatan waktu per topik pekerjaan , keakurasian pada tingkatan keefektifan biaya sementara optimisasi pencapaian skedul tetap menjadi acuan utama.

Pembahasan - pudjo sunarno

Dear All,

Saya berpikir mengenai, apakah banyak Construction Engineer atau Construction Engineering Firm di Indonesia. Lagi lagi local company yang memiliki keahlian tersebut?

Subjectnya adalah "Constructibility". Dimana setiap Engineering Activity, New Project, Modification, Relocation dan bahkan sampai saat abandonment.

Apakah ini lazim dilakukan di Oil and Gas (Upstream dan Downstream), Onshore dan Offshore, Power Plant, Civil, Marine etc.

Kalau dilihat dari daftar bidang keahlian yang kita miliki di Milis Ini. Alangkah indahnya apabila kita bisa tambahkan bidang keahlian "Constructibility Engineering". Mungkin kita perlu teman teman Engineer dari Engineering Firm, Heavy Equipment Company, EPC Company.

Mohon untuk bisa kita diskusikan dalam milis ini.

Pak Herry. Mohon untuk bisa dipublish juga melalui Pejabat Harian KMI.

Tanggapan 1 -

Topik yg menarik Pak Pudjo,

Sependek pengetahuan saya, construct-ability study adalah hal yang wajib dilakukan d setiap project.
Bahkan hal ini dilakukan pada awal project karena akan berdampak pada study selanjutnya dan tentu saja cost project tersebut (kerena construct-ability ini tidak telepas pada metode yg akan digunakan).

Pertanyaan yg paling sering muncul pada awal project adalah bagaimana kita akan meng-install/construct facilities tersebut. Apakah resource yg tersedia dapat diandalkan, atau kita harus melakukan mobilisasi dari tempat lain.

Khusus untuk modification process facilities, sering jadi pertanyaan apakah kita akan meng-construct dalam kondisi life (simultaneous operation and construction) atau kondisi shutdown, apakah space yg tersedia cukup, dst.
Tentunya porsi study construct-ability ini akan gradually meningkat sesuai dengan tahap project.

Kalau masalah Construction Engineering skills, maka akan sangat bergantung pada
- Item yg akan di construct (building, bridge, platfom, pipeline, process facilities, living quarter, etc),
- Lokasi pekerjaan (fabrication yard/onshore, onshore-existing facilities, offshore, offshore-existing facilities, subsea, etc) dan
- Resources yg akan digunakan (crane, manual lifting, hot-tap, etc).

Selain itu kebijakan masing2 perusahaan/client juga mempengaruhi "pemahaman / metode" tentang construct-ability. Misalnya pada proyek pemasangan tower telecom setinggi 100m yg biasanya dilakukan secara "manual" (oleh para pekerja tower) terpaksa harus menggunakan crane karena adanya kebijakan client tidak boleh mengangkat lebih dari 25 KG untuk manual handling.

Atau mungkin Pak Pudjo dan rekan2 punya pandangan yg lain tentang construct-ability ini dan associated skills yg dibutuhkan.

Tanggapan 2 -  Syadli

Pak Pujo, Apa khabar,

Sebenarnya constructability adalah sebuah study /activity yang wajib dilakukan sejak dari awal awal perencanaan. Ini biasanya dilakukan berkali kali, setidaknya sekali dalam setiap langkah development, mulai concept, feed detail design, construction, operation dan sampai abandonment.

Bentuk studynya bisa sebuah meeting yang melibatkan semua pihak termasuk 3rd party atau assessment study.

Isinya mulai dari availability, capabilities, resiko, economic, schedule, dll.

Mudah mudahan jelas.

Tanggapan 3 - Thomas Yanuar P 

Dear Pak Pujo sebagai inisiator diskusi dan rekan-rekan lainnya,

Topik Constructability sebenarnya menarik untuk dibahas karena penerapannya yang luas dari awal perencanaan (termasuk pula pada saat tendering) hingga commissioning.
Sayang kalau diskusi ini mandeg. Untuk itu, saya ingin ikut nimbrung sesuai kapasitas selaku person in charge dalam constructability program dalam berbagai proyek yang pernah saya ikuti.
Berikut pendapat saya:

Pengertian constructability dalam pengalaman saya menangani hal ini adalah suatu sistem dimana pemaduan/pengintegrasian pengetahuan konstruksi secara efektif dan berdasarkan waktu kedalam konsep perencanaan, desain, procurement, konstruksi itu sendiri dan tahapan eksekusi dilapangan untuk mencapai tujuan suatu proyek. Semisal ketepatan waktu per topik pekerjaan , keakurasian pada tingkatan keefektifan biaya sementara optimisasi pencapaian skedul tetap menjadi acuan utama.

Dalam implikasinya, usaha-usaha yang dilakukan pada constructability semestinya dapat mendukung penghematan biaya, memperpendek skedul, peningkatan kualitas pekerjaan, keamanan, minimalisasi paparan resiko HSE dan lain  sebagainya yang berkaitan dengan konsep tujuan utama proyek secara keseluruhan. Tindakan constructability itu sendiri dapat mengambil pengalaman (lesson learnt) dari proyek terdahulu yang pernah dikerjakan langsung oleh kontraktor, proyek sejenis yang dikerjakan pihak lain, dan tentu dipadukan dengan kondisi terkini dan nanti sesuai lingkup pekerjaan sesuai kontrak kerja yang disepakati dari Owner.

Pada aplikasi sistem constructability ini, baik pada masa awal proyek, tahap engineering design & procurement, eksekusi hingga FRSU (facility ready to start up), diperlukan kerja sama dan saling dukung antara sub kontraktor, kontraktor dan owner. Jika salah satu pihak absen, maka kepincangan kerja sama ini bisa saja menumpulkan ketajaman analisa dalam perencanaan sistem constructability.

Setiap proyek sangat mungkin mempunyai perbedaan dalam penggunaan penerapan sistem constructability berdasarkan skala (jenis, prioritas dan nilai) proyek, tetapi saya menyimpulkan secara umum implementasi sistem ini adalah:

1.       Peningkatan keselamatan kerja dengan menelaah proses konstruksi.

2.       Peningkatan perencaan dan pelaksanaan metode kerja di kantor pusat maupun kantor lapangan.

3.       Pengendalian secara tepat guna aktivitas pada tahapan Engineering dan Procurement.

4.       Pendalaman penggunaan sistem kerja pre-fabrikasi, tahap perakitan dan modularisasi suatu sistem eksekusi (misalnya modularisasi konstruksi pipe rack)

5.       Penciptaan dinamisasi ide/proposal yang kreatif untuk bisa diteraplan dalam kegiatan proyek.

Sedangkan dalam sistem/program constructability itu sendiri, ada beberapa lingkup kerja yang dilakukan, misalnya:

a.       Menelaah segala sesuatu yang berkaitan dengan fasilitas sementara (temporary facility) seperti camp, kantor kerja (pusat dan lapangan), bengkel kerja dan gudang (workshop dan warehouse), pre-fabrikasi dan area material stocking (biasanya disebut lay-down area).  Khususnya untuk camp, kita dapat menelaah persyaratan yang berkaitan dengan infrastruktur seperti pasokan daya listik atau sistem catu dayanya,   pasokan air bersih dan pengolahan limbah air, pengolahan limbah sampah dan sistem komunikasi yang diijinkan.

b.     Sistem keamanan dan aksesbilitas  dari tenaga kerja. Seperti penggunaan pintu keluar masuk, akses jalan yang aman dan terkendali serta persyaratan lalu lintas.

c.      Penelaahan sistem constructability dalam skema penggunaan sub kontraktor untuk pekerjaan tertentu yang diijinkan dalam kontrak kerja, serta strategi pada saat proses tender. Untuk perihal ini perlu dibuat panduan tersendiri dari manajemen yang bersangkutan (baik kontraktor maupun Owner).

d.     Penelaahan tahapan konstruksi/eksekusi dengan mempertimbangkan prioritas dan volume pekerjaan, rintangan apa yang diprediksi dalam tahapan  Engineering & Procurement termasuk kondisi-kondisi lokal dilapangan.

e.     Pertimbangan keselamatan kerja pada saat tahapan konstruksi  termasuk  sistem work permit (ijin kerja).

f.      Penelaahan pengalaman konstruksi sebelumnya dari pekerjaan yang sejenis selanjutnya dapat mem-propose metode kerja yang lebih baik.

g.      Penelaahaan peningkatan sistem komunikasi kerja antara staff engineering, procurement dan konstruksi.

h.     Penelaahan rencana letak (plot plan) untuk aksesbilitas di lapangan, kebutuhan akses antar disiplin atau paket pekerjaan dengan proyek lain disekitar, peningkatan tata cara metode erection.

i.       Penelaahan metode penyampaian kebutuhan dokumen-dokumen engineering dari kantor pusat ke kantor lapangan.

j.      Penelaahan manajemen material proyek untuk memastikan bahwa material yang datang memang benar-benar sesuai kebutuhan, tepat waktu dan dapat dilacak keberadaannya.

k.     Dan lain sebagainya hingga penalaahan untuk tahapan pre-comm, MC (mechanical completion) dan persyaratan FRSU.

Sekian dulu untuk saat ini, ayo kita diskusi.... :))

Comments

Popular posts from this blog

DOWNLOAD BUKU: THE TRUTH IS OUT THERE KARYA CAHYO HARDO

  Buku ini adalah kumpulan kisah pengalaman seorang pekerja lapangan di bidang Migas Ditujukan untuk kawan-kawan para pekerja lapangan dan para sarjana teknik yang baru bertugas sebagai Insinyur Proses di lapangan. Pengantar Penulis Saya masih teringat ketika lulus dari jurusan Teknik Kimia dan langsung berhadapan dengan dunia nyata (pabrik minyak dan gas) dan tergagap-gagap dalam menghadapi problem di lapangan yang menuntut persyaratan dari seorang insinyur proses dalam memahami suatu permasalahan dengan cepat, dan terkadang butuh kecerdikan – yang sanggup menjembatani antara teori pendidikan tinggi dan dunia nyata (=dunia kerja). Semakin lama bekerja di front line operation – dalam hal troubleshooting – semakin memperkaya kita dalam memahami permasalahan-permasalahan proses berikutnya. Menurut hemat saya, masalah-masalah troubleshooting proses di lapangan seringkali adalah masalah yang sederhana, namun terkadang menjadi ruwet karena tidak tahu harus dari mana memulainya. Hal tersebut

Apa itu HSE ?

HSE adalah singkatan dari Health, Safety, Environment. HSE merupakan salah satu bagian dari manajemen sebuah perusahaan. Ada manejemen keuangan, manajemen sdm, dan juga ada Manajemen HSE. Di perusahaan, manajemen HSE biasanya dipimpin oleh seorang manajer HSE, yang bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan seluruh program HSE. Program  HSE disesuaikan dengan tingkat resiko dari masing-masing bidang pekerjaan. Misal HSE Konstruksi akan beda dengan HSE Pertambangan dan akan beda pula dengan HSE Migas . Pembahasan - Administrator Migas Bermula dari pertanyaan Sdr. Andri Jaswin (non-member) kepada Administrator Milis mengenai HSE. Saya jawab secara singkat kemudian di-cc-kan ke Moderator KBK HSE dan QMS untuk penjelasan yang lebih detail. Karena yang menjawab via japri adalah Moderator KBK, maka tentu sayang kalau dilewatkan oleh anggota milis semuanya. Untuk itu saya forward ke Milis Migas Indonesia. Selain itu, keanggotaan Sdr. Andry telah saya setujui sehingga disk

Penggunaan Hydrostatic Test & Pneumatic Test

Pneumatic test dengan udara (compressed air) bukan jaminan bahwa setelah test nggak ada uap air di internal pipa, kecuali dipasang air dryer dulu sebelum compressed air dipake untuk ngetest.. Supaya hasilnya lebih "kering", kami lebih memilih menggunakan N2 untuk pneumatic test.. Tanya - Cak Ipin  Yth rekan-rekan milis Saat ini saya bekerja di power plant project, ditempat saya bekerja ada kasus tentang pemilihan pressure test yang akan digunakan pada pipa Instrument, Pihak kontraktor hanya melakukan hydrostatic test sedangkan fluida yg akan digunakan saat beroperasi adalah udara dimana udara tersebut harus kering atau tidak boleh terkontaminasi dengan air, pertanyaan saya : 1. Apakah boleh dilakukan hydrostatic test pada Instrument air pipe?? 2. Jika memang pneumatic test berbahaya, berapa batasan pressure untuk pneumatic test yg diijinkan?? Mohon pencerahan dari para senior, terima kasih. Tanggapan 1 - Apriadi Bunga Cak Ipin, Sepanjang yang saya tahu, pneum