Pertamina lebih baik meningkatkan standard safety dahulu sebelum ingin mengakusisi Blok mahakam. Seperti yang kita ketahui dalam 3 tahun belakangan ini sudah berapa banyak kilang pertamina yang terbakar, sudah berapa banyak flange dan pipa yang bocor dan leakage, sudah berapa banyak pekerja yang tewas? Ini baru skala nasional, apa jadinya bila sudah skala internasional. Secara ekonomi mungkin bisalah pinjam, begitu pula secara teknologi bolehlah mengandalkan anak2 bangsa yang tidak diragukan lagi kemampuannya (itupun bila mereka yang punya high capability mau join dgn pertamina... Insya Allah mau lah ya), namun secara management? Secara managemen Pertamina masih diragukan, managemen kontraknya, management safetynya dan masih banyak lain.
Saya mendukung ketahanan energi nasional nmn kita harus realistis dengan keadaan searang, Pertamina masih perlu berbenah.
Kemarin ada yang bicara korupsi, wahai mas yang bicara korupsi, tahukan anda korupsi yang merajalela di tubuh pertamina?
Tanggapan 41 - hasan uddin hasanuddin_inspector
Untuk hal pengelolaan blok migas, berikut ketentuannya dalam Undang Undang:
Pasal 11
(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
(2) Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Penjelasan atas pasal dan ayat tsb adalah sbb:
Pasal 11
Ayat (1)
Pemerintah menuangkan kewajiban-kewajiban dalam persyaratan Kontrak Kerja Sama, sehingga dengan demikian Pemerintah dapat mengendalikan Kegiatan Usaha Hulu melalui persyaratan kontrak tersebut maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
Ayat (2)
Setiap Kontrak Kerja Sama yang telah disetujui bersama dan telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, salinan kontraknya dikirimkan kepada Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang membidangi Minyak dan Gas Bumi.
Tanggapan 42 - Elwin Rachmat
Sehubungan dengan topik diatas saya pribadi sangat setuju dengan SDA yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat ( bukan bagian rakyat tertentu saja). Generasi berikut termasuk anak cucu kitapun termasuk dalam rakyat Indonesia.
Sekarang ini petro dolar kita selalu dihabiskan pada tahun anggaran yang berjalan. Tidak ada sisanya untuk generasi berikut. Tidak ada petro dolar yang disisihkan. Saya tidak akan heran bahwa generasi berikut akan mengecam kita generasi yang sangat rakus yang menghabiskan semua SDA yang dihasilkan termasuk migas.
Masalah siapa yang menjadi kontraktornya, bukanlah masalah yang utama namun merupakan masalah yang berikutnya.
Kontraktor asing dikhawatirkan membawa hasilnya ke negaranya. Namun kontraktor nasional (pemerintah ataupun swasta) juga dapat saja melarikan hasilnya keluar negeri secara legal atau tidak. Kalau petro dollar kita sudah diparkir diluar negeri, bisa dibilang tidak Ada yang dapat menyentuhnya.
Pada saat ini mahakam yang saya tahu menggunakan beberapa ukuran untuk dapat mengukur pencapaian operasinya. Pengeboran memiliki ukuran dolar per meter kedalaman sumur. Produksi memiliki ukuran dolar per barel. Tenaga kerja memiliki ukuran orang per barel yang di produksikan. Perubahan managemen dan tolok ukurnya tentu akan sedikit banyak mempengaruhi penghasilan migas bagian Pemerintah yang "katanya" untuk "rakyat.
Suara seperti ini hanya anda dapatkan di KMI sejak saya menjadi Ketua Umum KMI.
Tidak Ada yang mendukung atau pun menyetujuinya.
Tetapi saya tetap Akan tetap bersuara seperti ini. Sampai kapan pun.
Saya sungguh kecewa bahwa isu migas hanya diseret kearah kepentingan operator. Kepentingan rakyat siapa yang mengurusnya?
Tanggapan 43 - hotna70
Setuju bhw SDA dikelola sebesar2nya utk kepentingan Rakyat dan jgn diplesetkan spt kelompok tertentu atas nama Rakyat namun ahirnya KPK dpt membongkar 'SARANG PENYAMUN' di Banggar DPR melalui kasus perkasus..utamanya Wisma Atlit!! dan masih banyak lagi bagaikan Gunung Es..yg nantinya dimanapun BANGKAI itu akan tercium juga..(Save KPK).. :) terkait dengan Blok Mahakam,memang saat ini produksinya yg terbesar dan akan berahir 2017,Lantas mengapa kita sebagai Rakyat Indonesia hrs peduli dengan itu semua? Berikut yg perlu kita waspadai sblm terlambat:*Pernahkah kita bayangkan suatu saat kita "Perang" dengan kelompok asing krn kita tdk setuju dgn kemauan mereka krn kedaulatan Negara ingin dikuasai? Dan ketika BBM distop produksinya oleh mereka yg telah menguasai ladang2 Migas kita maka ambruklah Negara ini !!! Bertekuk lutut krn utk naik angkot saja tdk bisa,semua mesin Produksi STOP,kendaraan numpuk diseluruh jalan di Indonesia !!! krn BBM sdh di STOP!maka sesama saudara kita akan berperang! inilah yg hrs kita cermati kawan..bkn berarti kita setuju dikelola oleh Koruptor? Amerika saja melakukan hal yg sama bhw kebutuhan hajat hidup Masyarakatnya hrs dikuasai oleh Pemerintahnya,beberapa perusahaan sdh diakuisisi mereka krn sangat berbahaya utk Ketahanan Energi! Jadi jgn terlena dgn kenikmatan saat ini..kecuali seluruh keturunan Anda sdh tdk ada disini ya saya maklum ketidak pedulian membangun Negara nya dan berterimakasih kpd Pahlawan yg telah membangun Negeri ini dengan darah dan Nyawa mereka. Demikian sedikit dari sisi lain namun sangat Urgent! Salam hangat.. Koeli Migas. Hot.Na70
Tanggapan 44 - Sutoyo Saragih marmata24
setuju bos...,
it's not just about money... it's about control...
Tanggapan 45 - Manuhoro
Wah menarik diskusinya, terlihat ada pendukung langsung diberikan ke pertamina maupun di lanjutkan oleh incumbent.... Saya hanya ingin menilik dari beberapanpoint yang ada.
1. Ketahanan energi
Setuju ini sesuatu yang sangat penting bahwa minyak dan gas yang dihasilkan di tanah indonesia harus sebesar2nya digunakan di indonesia...... Tapi dengan syarat bahwa harga beli lokal pun bukan harga diskon, kenapa? Itu tidak adil untuk operator siapapun operatornya. Semua perusahaan apapun bentuknya IOC maupun ptm yang notabene sudah pt ya harus profit center
gimana caranya menjaga ketahanan energi ? Untuk kontrak psc saat ini hal tersebut sudah diatur walaupu besarannya tergantung kontrak dan tidak 100%, tapi Tentu yang paling gamapang dikasih aja ke ptm, pemerintah sebagai owner tinggal "memberi instruksi". dilain sisi kalaupun dilakukan oleh IOC pun masih bisa dengan mewajibkan penjualan minyak ke refinari lokal.... Nah ini juga harus dicatat apakah efinari di indonesia di desain untuk mengolah tipe crude yang di produksi? Sangat sedikit refinari ptm yang ngolah light sweet oilnya handil bekapai lho...
Dalam hal gas mahakam tentunya lebih mudah karena yang dihasilkan adalah lng dan badak pun siap mengolah jadi semua produksi yang di alirkan ke badak harus di jual ke pasar lokal.... Dengan satu catatan besar bukan dijual ke broker lokal yang kemudian di eksport ya..... Hati2 dengan yang ini
2. Kemampuan
Kalau ditilik dari kemampuan, menurut saya mungkin tidak berbeda jauh, walaupun beberapa IOC punya RnD yang lebih maju dan patent yang mumpuni untuk pengembangan teknologi, terus terang saya tidak tahu dengan ptm, tapi kalau hanya bergantung dengan kontraktor, pastinya bisa tapi akan susah pakai cutting edge teknologi, yang ada mahal.
Apakah harus dikerjakan oleh IOC karena kemampuan? Nggak jugan kok, kalau yang ini saya percaya bisa dikasih ke ptm.... Kalau pun dirasa gak mampun bisa gandeng IOC lain.... Seperti yang kejadian di natuna atau abadi field.... Atau minta IOC memberi konsultasi seperti yang dilakukan ptm selama ini juga.
3. Keekonomisan
Nah menurut saya, ini yang paling penting... Negara butuh uang, operator baik ptm maupun IOC adalah profit center, yang ini gak bisa kita bilang kalau diberi ke ptm akan lebih ekonomis... Ptm pun gak mau kerja bakti, Soalnya semua akan kembali gimana profit sharingnya, gimana cost recovery schemenya. Nah kalau yang ini sih harus di tenderkan.... Siapa yang bisa memberikan pemasukan ke negara yang lebih besar ya itu yang paling pantas jaddi operator.
Apakah kalau yang prgang IOc maka keuntungan akan dibawa lari ke luar negri dan tidak dinikmati rakyat ? Pastinya... Apakah kalau di berikan ke ptm akan dinikmati rakyat ? Ya nggak juga, semua profit yang dihasilkan ptm maupun IOC itu ya digunakan untuk mengembangkan perusahaan tersebut gak mungkin dibagi2 ke rakyat... Sisi positif kalau dikasih ke ptm ya paling gak ptm bisa investasi ke lahan yang lain plus tambahan dari pajak korporasi ptm.
Selain pemasukan ke negara, ke ekonomisan ini pun kudu ditilik dari efek yang dihasilkan di daerah sekitar... Ini jadi semakin penting karena semua operasi oil and gas yang di onshore maupun transition area pasti bersinggungan dengan masyarakat jadi mereka harus merasakan kalau tidak pasti akan bocor pipanya, di demo oleh warga, atau bentuk kekecewaan lainnya. Pemerintah harus menimbang komitmen operator untuk yang satu ini.
4. Clean governance
Dari beberapa IOC saya melihat bahwa clean governance itu sangat terasa, yang namanya korupsi, gratifikasi, dan konflik of interest bisa dibilang zero dengan preventive action yang sangat banyak.... Hal ini wajar karena mereka semua listed di bursa amerika dan inggris dimana hukuman untuk korupsi yang sangat stringent dan berlaku dimana mana bukan hanya di inggris dan amerika.
Terus terang saya gak pernah kerja di ptm, tapi saya masih dengar yang namanya "upeti" atau "sharing" dai kontraktorke "orang dalam"..... Semoga sudah berkyrang praktik2 aneh kaya gini di ptm..... Korupsi bisa terjadi dimana mana, banggar dpr, pemerintah, dan bahkan di ptm maupun di IOC, tinggal dilihat culture dan probabilitasnya.
Kesimpulan :
Sangat tidak disarankan untuk memberikan secara langsung kepada ptm untuk mengolah blok yang sudah habis masa kontraknya, semua lebih baik dintenderkan secara terbuka karena :
- menjaga komitment produksi, pendapatan
- menjaga komitment csr dan pemberdayaan masyarakat sekitar
- memberikan komtribusi sebesar2nya untuk pemerintah
- secara kemampuan tidak terlalu berbeda dan selalu ada cara
- memberikan harga yang pantas untuk penjualan lokal
Tanggapan 46 - Elwin Rachmat
Justru disitulah masalahnya. Kehendak kita adalah bagaimana "yang terjadi" sama dengan "yang seharusnya terjadi". Bukan tidak mungkin das sein semakin jauh dari das solen Yang paling mungkin terjadi adalah indoktrinasi bahwa kita harus melihat "kenyataan" sehingga yang dilakukan adalah pragmatisme yang sulit dicerna oleh rakyat. Rakyat mau tidak mau harus menelannya mentah mentah.
Tanggapan 47 - Casdira
Kalau mendukung ketahanan dan keamanan energi, semestinya tdk ada opsi lain, selain harus diserahkan ke perusahaan negara.
Minyak dan gasnya 100% milik negara!
Kalaupun benar dikorup di internal Pertamina, yg dikorup itu duit (dari keuntungan pertamina). Minyak dan gasnya utuh buat negara, utk selanjutnya
dikonsumsi rakyat Indonesia.
Kalau diserahkan ke swasta, baik nasional atau asing, 40 - 50% minyak atau gas nya tak bisa diklaim oleh negara. Bisa dikemanakan saja, terserah dia.
Apa negara bisa mengatur perusahaan minyak nasional milik konglomerat Indonesia?
Tidak! Malah sebaliknya: swasta nasional yg punya perusahaan migas ngatur
negara. Lapindo adalah contoh kasat mata.
Medco sendiri jg pernah mengancam akan membawa Pemerintah ke meja arbitrase internasional, jika membatalkan UU migas (th 2004 lalu).
Jd, swasta nasional maupun asing tak ada bedanya: keuntungannya dinikmati oleh orang-per orang. Dan mereka bisa melakukan hal2 yg bertentangan dg kepentingan bangsa dan negara, jika itu menguntungkan mereka.
Itu semua tdk akan terjadi jika ada di tangan pertamina.
Kalau pertamina menyeleweng, rakyat bisa mengontrol. Publik bisa menuntut. Kalau swasta menyeleweng, apa urusannya dg rakyat? Rakyat sidoarjo teriak, Lapindo tetap berlalu.
Satu lagi. Asing antikorupsi? Pertamina bisa ngebor di cepu dg US$ 2 - 5 jt dolar per sumur. Sementara asing (yg jd operator di sana) ngebor dg US$
30 juta per sumur. Apalagi kalau bukan mark-up gila2an?
Kata lain dari mark-up? Korupsi! Orang2 di dalamnya bisa saja clean, tidak
mengambil uang dari keuntungan perusahaan, tetapi justeru perusahaannya yg
mengambil uang negara melalui mark-up.
Tanggapan 48 - Taufiq Firmansyah
Mas Casdira,
Belum tentu harga yang mahal itu karena mark up, bisa jadi karena komponen ekspatriat (yang memang mahal) ditambah fitur standar safety yang diterapkan memang sangat ketat. Karena perusahaan supermajor harus meng-handle wilayah operasi yang luas di seluruh dunia dengan berbagai kondisi yang berbeda2.
Record Pertamina dalam masalah safety juga harus diakui tidak bagus-bagus amat.
Bulan Mei 2010 ada 4 pekerja kontraktornya yang meninggal di Subang
http://www.tempo.co/read/news/2010/05/31/178251634/Empat-Karyawan-Rekanan-Pertamina-Tewas-Setelah-Hirup-Gas
Hanya berselang satu tahun dari peristiwa itu (Sep 2011) 4 pekerja Pertamina (entah employee atau kontraktor)
tewas karena jatuh ke dalam bak di Pertamina UP IV Cilacap
http://regional.kompas.com/read/2011/09/14/02383650/Jatuh.ke.Bak.4.Pekerja.Pertamina.Tewas
Bagaimana bisa kondisi fatality yang hampir serupa terjadi dalam dua tahun berturut-turut?
Apakah diseminasi lessons-learned dari insiden tersebut tidak jalan? Bagaimana enforcement dan disiplin terhadap safety-nya? Bagaimana kultur safety Pertamina secara keseluruhan?
Angka fatality dari 4 nyawa manusia itu tidak sedikit Mas. Secara statistik biasanya jumlah tersebut untuk perusahaan multinasional besar dengan karyawan puluhan ribu yang operasinya tersebar di seluruh belahan bumi ini. Lah ini baru operasi di satu negara aja udah sebanyak ini yang meninggal.
Teknologi maupun uang mungkin bisa dicari, tapi kepercayaan sebagai perusahaan yang commit terhadap safety itu yang sulit diperoleh Karena kultur safety itu harus tumbuh sendiri, tidak bisa dibeli atau dipinjam dari tempat lain.
Mudah2an dengan operasi Pertamina nanti di Malaysia, Vietnam, Australia, Qatar, Sudan, Libya, dan Irak bisa lebih safe, karena ini menyangkut kepercayaan terhadap bangsa Indonesia.
Tanggapan 49 - Razali Mahmud
Dear Pa Taufik,
Sepertinya saya setuju dengan Mas Casdira, pengalaman, cenderung markup itu ada. Setelah diambil alih, semuanya jadi diramping. Ramping sendiri, bukan dirampingi oleh si pengambil alih. He.hee.
Masalah expertis, safety atau lainnya mahal, kenapa tidak? Pihak asing pakai standar yg tinggi, mestinya Pertamina juga bisa. Merekrut siapa yg lebih mampu atau unggul itu kenyataanya mesti kompetitive. Mau org asing atau citizen terserah, yg jelas masih milik kita sendiri.
Tanggapan 50 - Casdira
Berapa harga safety pemboran 1 sumur? US$ 25 juta..? (US$ 30 - 5 jt) Utk pemboran onshore dan bukan remote area?
Soal expat: kenapa pakai mereka kalau tenaga lokal sudah mampu? Kalau pun dibutuhkan, apakah rasional dg menambahkan cost 25 juta dolar hanya utk 1 sumur? Dan dg hasil minyak yg sama dg yg dibor Pertamina?
Kalau cost 2 juta dolar jadi 4 juta dolar (2 kali lipat), utk alasan safety dan expat, mgkin masih bisa masuk logika. Tetapi kalau 6 - 15 kali lipat?
Atau jangan2 mereka ngebor pake pipa dari emas, pompa dari platina?
Yg saya tahu, di working level Bpmigas sering deadlock dlm mengontrol cost KKKS asing, karena harga2 yg tdk wajar. Tetapi itu semua bablas setelah dibawa ke level decision maker.
Btw, Exxon pernah menyebabkan pencemaran laut terburuk akibat tumpahan minyak. BP mencemari teluk Mexico dg jutaan barel minyak. Pertamina tdk pernah seburuk itu mencemari lingkungan. So?
Lagipula, siapa yg bisa menjamin kalau perusahaan migas swasta multinasional itu tdk menyembunyikan data fatality mereka, jika terungkapnya data2 itu akan menyebabkan nilai saham perusahaan mereka anjlok?
Tanggapan 51 - tengku dylan
Pertamina lbh baik meningkatkan standard safety dahulu sblm ingin mengakusisi Blok mahakam. Spt yg kita ketahui dlm 3 thn belakangan ini sdh brp bnyk kilang pertamina yg terbakar, sdh brp bnyk flange dan pipa yg bocor dan leakage, sdh brp bnyk pekerja yg tewas? Ini br skala nasional, apa jdnya bila sdh skala internasional. Secara ekonomi mgkn bslah pinjam, bgtpula scr teknologi blhlah mengandalakn anak2 bangsa yg tdk diragukan lg kemampuannya (itupun bila mrk yg punya high capability mau join dgn pertamina... Insya Allah mau lah ya), namun scr management? Scr managemen Pertamina msh diragukan, managemen kontraknya, management safetynya dan msh bnyk lain.
Sy mendukung ketahanan energi nasional nmn kita hrs realistis dgn keadaan skrg, Pertamina msh perlu berbenah.
Kmd ada yg bcr korupsi, wahai mas yg bcr korupsi, taukan anda korupsi yg merajalela di tubuh pertamina?
Tanggapan 52 - Casdira
Ada yg tahu persisnya angka korupsi di Pertamina? Berapa trilyun negara dirugikan?
Omset Pertamina sekitar Rp. 300 Trilyun. Anggaplah 30% dikorup. Jd anggap total kerugian negara Rp. 90 trilyun (sy cukup yakin tdk sebesar ini, kalau pun benar ada korupsi).
Skrg bandingkan dg aset Mahakam yg nilainya lk Rp. 1.700 trilyun. Anggap bagian negara total Rp. 850 trilyun (50%).
Berapa nilai aset negara yg lepas (menjadi bagian Total)?
Rp. 850 trilyun! Nyaris sepuluh kali lipat.
Jd, dg skenario paling buruk pun, masih untung bagi negara apabila aset itu dikelola oleh Pertamina.
Tanggapan 53 - pagaralam_ind
Pak Casdira yth,
Kalau analogi bapak seperti itu maka kacau dan terpuruk teruslah negara ini dan rakyat akan bertambah banyak yg memenuhi kebutuhan hidup nya dari mengais-ngais sampah dan para pejabat negara hidup bermewah-mewah (seperti kata puisi nya Adi Masardi "Negeri Para Bedebah).
Maka nanti begitu dapat Blok Mahakam yg kata bapak negara bisa mendapat hingga Rp. 850 trilyun dari asset yg lepas kemudian dikorupsi lagi anggap lah 30% atau sebesar Rp 255 trilyun. Bisa tidak kita bayang kan dengan uang sebesar itu apa yg bisa diperbuat untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat??? Dan bisa dibayangkan juga kalau ada ribuan atau bahkan puluhan ribu pejabat negara mulaidari yg rendah sampai yg tinggi sekarang ini sedang korupsi. Dan saya yakin banyak rakyat sekarang yg sedang berdo'a semoga para koruptor ini cepat mati krn di Indonesia belum ada hukuman mati buat para koruptor dan antek-anteknya.
Saya setuju dengan pendapat banyak teman yg mengatakan "tunjukkan kan dulu
kinerja yg baik dan benar terutama dalam mengelola usaha dan asset", kalau
kinerja nya the best so pasti lah banyak rakyat yg setuju kalau PTM mengelola Blok Mahakam bahkan semua tempat yg ada minyak nya di Indonesia baik didarat maupun dilaut bahkan diudara sekalipun.
Jangan seperti kebanyakan institusi pemerintah yg selalu bilang "kami sedang melakukan perubahan dan perbaikan" di media dan TV-TV tapi hasil perbaikan dan perubahan yg ditunggu-tunggu tidak kunjung terwujud. Kata-kata itu baru punya makna kalau diwujud kan kalau tidak maka dia adalah sesuatu yg absurd dan fraud.
Baru-baru ini ada pertemuan BUMN seluruh negeri di Yogya dan Dahlan Iskan katanya tidak mengundang 31 BUMN yg kinerja nya buruk dan merugi terus.....bahkan ada yg seharus nya sdh masuk liang kubur. Ini menurut saya dikarenakan para pejabat BUMN tsb tidak amanah dan tidak tau cara mengelola sebuah usaha dan kinerja yg bisa mendatangkan profit dan bisa jadi juga banyak korupsi nya...who knows??
Tanggapan 54 - Casdira
Pak Alam tampaknya tdk menangkap substansi pendapat sy di bawah. :)
Tanggapan 55 - Taufiq Firmansyah
Memanage safety yang layak tentunya bukan dicerminkan dari hanya peralatan yang di-install sebagai fasilitas produksi, tapi juga dukungan seluruh systems dan resources yang memungkinkan berjalannya 'kecerdasan organisasi'. Di sini ada dukungan software, keterlibatan seluruh karyawan dan kontraktor dalam menjalankan management systems, supervisi yang benar (saya pernah melihat sendiri di 2005 kontraktor pekerjaan fracturing di salah satu lapangan Pertamina melakukan lifting drum HCl dan seseorang persis berdiri di bawahnya), audit yang berlapis. Sehingga pedoman K3LL tidak sebatas dokumen di lemari, tapi benar-benar dilaksanakan.
Ya wajar kalau Pertamina tidak pernah mencemari lingkungan sebesar Exxon Valdez dan BP Deepwater Horizon karena memang scope operasinya tidak/belum sebesar itu. Tapi setidaknya organisasi yang cerdas adalah organisasi yang bisa belajar dari kesalahan sebelumnya dan memperbaikinya. Tidak cukup hanya cerdas individunya saja.
Saya tidak pernah meragukan kemampuan Pertamina secara teknis karena kualitas orang2nya secara individu cukup bagus. Namun apakah Pertamina secara organisasi secerdas dan sehati-hati individunya?
Ini yang harus dibuktikan dan ditunjukkan dengan kerja sehingga publiklah yang menilai reputasinya dan ini dengan sendirinya tercermin dari harga saham, profitabilitas dan credit rating-nya.
Perusahaan yang kinerja safety-nya bagus biasanya juga akan profitable, namun tidak sebaliknya.
Berbeda dengan Pertamina, BP maupun Exxon adalah perusahaan publik. Saham mereka tercatat di bursa negara-negara yang kritis terhadap kinerja safety. Penyembunyian serapi apapun pasti akan ketahuan karena eksposur dan operasi mereka memang sangat luas. Bagaimana membungkam mulut keluarga karyawan yang meninggal pada operasi di >50 negara. Resiko terhadap harga saham ketika berbohong atau menutup-nutupi jauh lebih besar dibanding reputasi yang dipertaruhkan.
Tanggapan 56 - Akh. Munawir
Pak Casdira,
Seperti yang sudah dilakukan sebelumnya di ONWJ dan WMO, Pertamina juga membeli Karyawan dan Sistem-nya jikalau yang dikhawatirkan adalah Safety Consideration.
Dengan kata lain ONWJ vs BP West Java, atau WMO vs Kodeco apa ada penurunan Safety Performance ketika di take-over Pertamina ?
Monggo yang kompeten dan lebih tau menjawab.
Tanggapan 57 - Boorham Rifai
Saya bukan salah satu pihak yg berkompeten dan lebih tahu, hanya pernah mendengar satu komentar dari owwner tentang PHE ONWJ: "Kalian ini lebih BP dari BP".
Betul yg Mas Akhmad Munawir katakan, Pertamina dalam hal ini PHE membeli karyawan dan sistem. Safety itu bagian dari culture, jadi menurut saya agak melecehkan rekan2 yg sekarang bekerja di Mahakam kalau mau mengatakan safety performance mereka akan turun kalau dibeli oleh Pertamina. Saya yakin untuk masalah safety, secara otomatis rekan2 yg bekerja di Mahakam akan tetap implement safety standard mereka sekarang, karena ini masalah sesuatu yg tidak bisa diganti dengan uang dan merekalah yg terkena imbasnya langsung. Dari sisi owner baru (PTM dalam hal ini PHE), dari apa yg saya dengar, mereka memiliki komitmen yg tinggi mengenai safety.
Tanggapan 58 - Akh. Munawir
Iya, komentar-komentarnya ngalor-ngidul macam politisi-politisi di tipi tiap malam.
Mestinya bicara HSE Performance itu sangat ter-ukur dengan
data dan recordable, PTM/PHE sudah 2x meng-akuisisi yang menjadi PHE ONWJ
dan PHE WMO.
Tinggal dibandingkan saja HSE Performance sebelum diakuisisi dan setelah
diakuisisi PTM/PHE.
Jika ada kebohongan dengan data, toh di milist ini anggotanya puluhan ribu
yang berasal dari berbagai PSC termasuk PHE ONWJ dan WMO dimana tau fakta
sebenarnya, bisa dianggap sebagai Controller / Challanger.
Tanggapan 59 - taufiq
Safety Management System dan orang memang bisa dibeli. Tetapi Safety Culture adalah tanggung jawab semua orang yang harus dimulai dari komitmen manajemen. Kultur yang sudah baik bisa saja terkikis oleh manajemen yang kurang committed.
Selama ini di media, manajemen Pertamina selalu mengunggulkan cost comparative yg lebih murah dibandingkan multinasional. Tidak pernah saya mendengar ucapan "Pertamina akan mengelola aset yang baru dengan kualitas lebih tinggi daripada multinasional" atau "lebih safe dari multinasional".
Kejadian pencurian minyak melalui pipa Pertamina yang sudah tipis dan berujung pada tewasnya 5 orang baru2 ini adalah salah satu contoh bahwa approach safety itu amat sangat luas dan komprehensif krn menyangkut berbagai aspek seperti facilities security, CSR dll. Me-maintain fasilitas dengan safe dan secure itu memang mahal. Perusahaan multinasional memahami hal tersebut karena pengalaman mereka berdiri dan beroperasi sudah ratusan tahun. Namun masih ada kesempatan bagi Pertamina selama mau belajar dan membuktikan diri.
Tidak ada gunanya kita bersikap defensif dan berdebat di milis tanpa pembuktian riil terhadap peningkatan safety. Reputasi terbangun karena pembuktian diri bertahun-tahun lamanya, bukan emosi semata.
Mulailah untuk meningkatkan safety dari pekerjaan2 kecil dan sederhana. Saya yakin kepercayaan terhadap Pertamina akan terbangun sendirinya dengan bukti nyata. Safety itu bukan sekedar secarik poster maupun sebundel dokumen. Melaksanakan yg ada di dlmnya jauh lebih penting.
Tanggapan 60 - Casdira
Majalah Tempo minggu ini mengulas pencurian minyak sebanyak 32 ribu kilo liter minyak, yg tertangkap saat diangkut kapal MT Martha Global. Nilai pencurian itu diperkirakan Rp 216 milyar.
Setelah diusut, minyak itu diduga berasal dari lapangan Duri yg dikelola Chevron.
Multinasional company memang hebat. Sampai pencuri minyaknya pun ikut2an standar SHE mereka, sehingga aman, tdk terbakar.
Sayangnya security nya jg sama payahnya.
Tanggapan 61 - Cahyo Hardo
Terkejut juga mendengar hal ini, apalagi sekelas chevron. Ini pencurian minyak mentah atau diesel fuel HSD untuk kapal?
Kami dulu punya pengalaman ttg pencurian HSD dari kapal tunda/AHTS kami dan si pencuri hampir berhasil mencurinya dgn cara diselipkan di sela2 tangki minyak kapal (laporan hariannya dimanipulasi). Yg menyebabkan ketahuan adalah cek fisik setiap tangki bahan bakar kapal2 tsb sebelum meninggalkan fasilitas dan ketika baru tiba di fasilitas.
Tanggapan 62 - kwibowo75
Saya kok jadi bingung ya, apakah setelah masuk kapal, minyaknya masih tanggung jawab chevron?
Tanggapan 63 - hendri brewew
Setahu saya ini kan dah tanggung jawab yang punya/nyewain kapal. Jadi ga ada hubungan sama Chevron lagi. IMHO
Tanggapan 64 - Oksi H Permadi
Kl udah dikapal ya logikanya bukan punya chevron lg,ya punyanya yg punya kapal. Pertanyaannya,minyak itu sampai dikapal..legal apa ilegal?
Tanggapan 65 - anaazzz
Alkisah, ada seekor anak burung garuda yg terlahir dari sarang induk ayam.
Bertahun2 lamanya anak garuda ini menganggap dirinya bak ayam2 lainnya...makan dari patukan remah2 di tanah, bermain di sekitaran pagar ternak, dan sama2 ketakutan begitu melihat ada ular mendekat. Padahal sesungguhnya dia adalah burung garuda...yang perkasa, dapat terbang kemana pun dia mau, dan pun menaklukan ular hanya dalam satu kali patukan saja.
Lantas kenapa sang Garuda berprilaku hanyalah spt ayam? Ya..., karena dalam alam pikirannya potensi seekor burung garuda, telah lama tertutup karena bertahun2 lamanya 'terbelenggu' pikiran kerdil sang induk ayam... #tanpa bermaksud mengkerdilkan ayam loh ya.. :P
Demikian pulalah, wahai merah putihku. Walau kita sudah dijajah beratus2 tahun lamanya, mbok ya jangan under estimate begitu dg bangsa sendiri. Kita mampu. Kita bisa....mengelola sendiri blok Mahakam. Dan jangan pulalah menilai IOC lain itu maha hebat segala2nya, karena yg Maha hanyalah Allah SWT. Kalau mau jujur, di salahsatu IOC hebat Indonesia, safetynya sama aja...sering kecolongan juga. Inspektor dateng, baru benah2. Begitu balik lewatin portal security, kembali safety seakan2 tidak ada.
Pertamina bisa hebat....sehebat burung garuda. Kalaupun mau dibandingkan dg so what called major operator atau apapun namanya, mari kita bandingkan dg objektif.
Kemampuan? Pertamina mampu. Sudah ratusan sumur sudah pertamina bor, dengan hasil menggembirakan. Sudah berapa konsesi yg dialihkelolakan pertamina, hasilnya lebih baik. Dan yg cukup 'hot', pengelolaan giant oil reserve di blok cepu, yg ternyata pertamina mampu kok, dg cost rendah malah di TBR.
Safety/ SHE ? Yaa...karena salahsatunya mgkin safety cost pertamina sih yg di approve-nya sama bpmigas rendah2. Wong sumur 2-5jt-an aja, msh banyak
dicoret2... :P. Kalau dikasi safety cost yg mumpuni, sekaligus seleksi ketat peralatan dan rekanan yg memiliki standar safety tinggi, dijamin pertamina nggak akan kalah kok standar safety-nya dg yg lain.
Yang tersisa sesungguhnya tinggal 'will' aja sebenarnya, disamping juga keberpihakan. Dulu soekarno gak ada tuh mikir2, permina atau apa yah dulu –malah belum ada kan kandidat NOCnya, cukup mampu gak bangsa ini? Atau cukup safety gak mengelola sendiri migas tanah air?
Jangan pernah underestimate dg pertamina sekarang. Walau dengan beban masa lalu yg ada, generasi baru pertamina yg beranjak pelan tp pasti, cukup meyakinkan kok utk mengambil alih kepemimpinan pengelolaan migas di masa yg akan datang.
Tanggapan 66 - Hasanuddin_inspector
Pak Casdira
Dimana titik serah jual belinya (antara seller dengan buyer)? Ini kalo gitu sellernya CPI dan siapa buyernya?
Tanggapan 67 - Casdira
Posisi kapal waktu tertangkap sedang berlayar ke arah luar perbatasan.
Tertangkap bea cukai.
Minyak mentah dari lapangan Duri.
Tanggapan 68 - anaazzz
Safety versus cost, saling bergantung dan berkelindaan. Satu adalah penyebab yg lainnya. Peralatan safety, dan yg terpenting adl peralatan yg safe (memenuhi standar safety), ya memang mahal. Silahkan kroscek korelasi data statistik kecelakaan kerja (fatality, insident, ataupun nearmiss) vs cost, antara satu dg perusahaan lainnya, yg mengkonfirmasi perlunya cost cukup tinggi jika ingin record safety yg baik.
Contoh gress, adalah perbandingan cost pemboran di daerah bojonegoro oleh pertamina (lbh spesific sumur TBR-02) yg disampaikan oleh Sdr. Casdira. Kok bisa, pemboran yg kedalamannya sama, hasilnya sama, wilayahnya sama (berdekatan), tetapi memakan cost yg begitu jomplang... Salahsatu jawabannya adalah SAFETY COST--saya mengesampingkan dulu dugaan mark up gila2an yg bisa jadi benar ya, hehe--
Itu di pekerjaan drilling. Di pekerjaan lain saya rasa sama saja.
Tanggapan 69 - Rovicky Dwi Putrohari
Saya ditanya wartawan: "Menteri ESDM sebelumnya mengatakan, Pertamina belum cukup modal dan kemampuan untuk mengelola Mahakam, bagaimana pendapat Bapak?"
Saya jawab :
Mungkin saja Pertamina tidak memiliki modal saat ini, namun saya yakin dengan kemampuan tehnisnya, apabila Pertamina dipercaya mengelola blok yang sudah diyakini "profitable", seperti bloik Mahakam ini, maka akan banyak investor yang bersedia membantu memberikan modal pada Pertamina. Siapa sih yang enggan memberi investasi pada sebuah kegiatan yang risikonya relatif rendah ini. Memang bukan berarti tanpa risiko, tetapi blok mahakam ini sudah dapat dipastikan profitable. Jadi mencari bantuan modal bukanlah sebuah hal yang sulit.
Kemampuan ini berjalan beriringan sesuai dengan pengalaman.
Kalau pemerintah enggan memberikan ke Pertamina, ya kapan lagi akan memiliki kemampuan ?
Obama sebelumnya juga bukan seorang presiden kok, dan sebelumnya tidak pernah terbukti memiliki kemampuan sebagai presiden.
Tanggapan 70 - mutadi faizah
FYI
blok mahakam tidak diperpanjang : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/11/01/19583336/Pemerintah.Tidak.Perpanjang.Kontrak.Blok.Mahakam.
Comments
Post a Comment